Sejarah kereta api di Indonesia sangat panjang. Ini dibuktikan dengan bertumpuk-tumpuk arsip berupa lembaran negara (Besluit) maupun kitab hukum Belanda (Staatsblaad) yang menjelaskan proyek pembangunan kereta api di Indonesia. Selain kedua sumber tadi, ada berbagai sumber lainnya yang menjelaskan hal serupa. Salah satunya Harian De Locomotief tahun 1867.
Harian De Locomotief tanggal 14 Agustus 1867 benar-benar membuat saya tahu segalanya tentang sejarah awal perkeretaapian di Indonesia. Dengan headline (judul) Het Einde van Een Begin atau bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah Akhir dari Sebuah Permulaan, benar-benar menjelaskan pembukaan jalur kereta api perdana di Indonesia. Tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana fokus curahan hati dan pikiran pemimpin Belanda saat itu yang menghadirkan sebuah transportasi yang murah dan efisien. Berikut ini ceritanya yang sudah saya terjemahkan dari Harian De Locomotief tanggal 14 Agustus 1867 dengan judul Het Einde van Een Begin.
Pada sekitar tahun
1860-an, daerah-daerah di Jawa Tengah sepenuhnya sudah dikuasai oleh Pemerintah
Belanda. Di daerah-daerah itu, perkebunan tebu dan pabrik gula tumbuh pesat
menjadi sebuah industri yang menjanjikan. Namun sayangnya komoditas gula yang
menjadi hasil olah dari pabrik pengolahan tebu seakan sia-sia karena
terbatasnya sarana transportasi. Akibatnya gula sulit dipasarkan dan pabrik
menderita banyak kerugian.
Stasiun Semarang 1867/Dok KTILV |
Pada tahun itu juga
Pemerintah Belanda di Netherland memutuskan untuk mengirimkan ir. Stleltjes
untuk melakukan sebuah studi dasar mengenai perhubungan di Pulau Jawa. Bahkan
tidak main-main, Pemerintah Belanda mengucurkan dana tidak kurang 14 juta Golden.
Akhirnya untuk kepentingan pembangunan jalur kereta ke daerah “Vorstenlanden” (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta yang ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi sekaligus juga paling sulit dijangkau), pada pertengahan bulan Juni 1864 tepatnya 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, LAJ Baron Sloet van den Beele datang ke Semarang untuk melakukan pencangkulan pertama. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV NISM) yang dipimpin oleh JP de Bordes dari Samarang menuju desa Tanggung (25 km) dengan lebar sepur 1435 milimeter.
Akhirnya untuk kepentingan pembangunan jalur kereta ke daerah “Vorstenlanden” (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta yang ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi sekaligus juga paling sulit dijangkau), pada pertengahan bulan Juni 1864 tepatnya 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, LAJ Baron Sloet van den Beele datang ke Semarang untuk melakukan pencangkulan pertama. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV NISM) yang dipimpin oleh JP de Bordes dari Samarang menuju desa Tanggung (25 km) dengan lebar sepur 1435 milimeter.
Di sini lah tonggak awal pembangunan
jalur kereta api pertama di Indonesia. Pada perkembangannya, sampai pada
pertengahan bulan Agustus tahun 1867, bagian pertama dari jalan kereta api
tersebut telah selesai merentang panjang dari Semarang ke Tanggung, melalui
Halte Alas Tuwo dan Brumbung.
Kereta api pertama akhirnya meluncur
dari Stasiun Tambaksari Semarang (Stasiun pertama NIS di Semarang berada di
Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun Samarang di dekat Pelabuhan Semarang.
Stasiun Tambaksari ini adalah stasiun ujung, atau dalam bahasa Belanda disebut
kopstation) pada tanggal 10 Agustus 1867 menempuh perjalanan dari Semarang ke
Tanggung sepanjang 25 km.
Dengan kondisi kereta api yang masih ‘gres’ atau baru, perjalanan perdana dari Semarang ke Tanggung dengan menggunakan kereta api ditempuh dengan waktu 1 jam. Dengan demikian dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia, kereta api Semarang-Tanggung benar-benar merupakan kereta api yang sangat bersejarah.
Dengan kondisi kereta api yang masih ‘gres’ atau baru, perjalanan perdana dari Semarang ke Tanggung dengan menggunakan kereta api ditempuh dengan waktu 1 jam. Dengan demikian dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia, kereta api Semarang-Tanggung benar-benar merupakan kereta api yang sangat bersejarah.
Akhirnya, pada 21 Mei 1873 jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta, termasuk cabang Kedungjati-Willem I (Ambarawa) diresmikan pemakaiannya. Pada tahun itu selesai pula jalur Batavia-Buitenzorg.
Namun lagi-lagi, NIS mengalami kesulitan keuangan untuk membangun jalur kereta api baru. Tidak ada investor yang tertarik lagi untuk membangun jalan kereta api. Terpaksa pemerintah terjun langsung. Pemerintah mendirikan perusahaan Staat Spoorwagen (SS). Jalur rel pertama yang dibangun oleh SS adalah antara Surabaya-Pasuruan sepanjang 115 km yang diresmikan pada 16 Mei 1878.
NIS maupun SS kemudian terbukti mampu meraih laba. Sehingga bermunculan belasan perusahaan-perusahaan kereta api swasta besar maupun kecil. Umumnya mereka membangun jalan rel ringan atau tramwagen yang biaya pembangunannya lebih murah. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut yang mempunyai jaringan terpanjang adalah Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) sepanjang 417 km dan Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) sepanjang 373 km. Yang terpendek adalah Poerwodadi-Goendih Stoomtram Maatschappj (PGSM) yang hanya mempunyai jaringan sepanjang 17 km.
Keberhasilan swasta, NV NISM membangun jalur kereta api antara Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang – Surakarta (110 km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalur kereta api di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, pada tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1427 km, dan pada tahun 1900 menjadi 3338 km.