Asal Usul Jalur Kereta Api di Madura Hingga 'Dimatikan' Era Soeharto


Siapa sangka jika Pulau Madura yang dikelilingi hamparan Laut Jawa dulunya memiliki akses transportasi modern, yakni kereta api. Jalur kereta api di Madura telah dibangun pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda dan penggunaannya berkembang seiring berjalannya waktu. 

Penggunaan kereta api pada masa pemerintahan kolonial Belanda diketahui pertama kali berfungsi sebagai pengangkutan komoditas lokal, khususnya komoditas garam yang berpusat di antara Kalianget dan Kamal. kemudian berganti menjadi alat transportasi umum yang sudah bisa digunakan oleh masyarakat sekitar.

Baca Artikel : Nostalgia KA Bangunkarta yang Dulunya Bernama Tebuireng

Prof. Dr. Kuntowijoyo dalam bukunya yang bertajuk “Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940” menyebutkan jalur kereta api di Madura mulai dibangun tahun 1897 hingga 1901. Jalur ini menghubungkan Kamal Barat hingga Kalianget Timur.

Cerita dimulai ketika Madoera Stoomtram Maatschappij, N.V. (disingkat MdrSM) menyelenggarakan angkutan trem uap yang melayani Madura beserta antarmoda pendukungnya seperti kapal feri dari Bangkalan maupun Sumenep. 

Baca Artikel : Charlie Chaplin, Kereta Api, dan Jejaknya di Garut

Stasiun Kamal yang dioperasikan MdrSM/Dok: Tropenmuseum

Madoera Stoomtram Maatschappij memiliki jalur yang menghubungkan Stasiun Kamal di Bangkalan dan Stasiun Kalianget di Sumenep sebagai stasiun ujung. Didirikan pada tahun 1897, MdrSM telah mendapat konsesi izin pembangunan jalur kereta api di wilayah Madura sejauh 150 km. 

Disebutkan dalam buku Prof. Kuntowijoyo, dalam pembangunan jalur tersebut, perusahaan ini memberi mandat kepada penanam modal untuk menanamkan modal sebesar f3 juta. Jalur kereta api yang pertama kali dibuka oleh MdrSM adalah jalur ruas Kamal–Bangkalan sepanjang 18 km pada 8 Desember 1898, kemudian jalur Tambangan–Kalianget di Sumenep sepanjang 20 km dibuka pada 17 Februari 1899, Bangkalan-Tunjung (1899). Disusul Tunjung-Kwanyar (1900), Tanjung-Kapedi (1900), Kapedi-Tambangan (1900), Kwanyar-Blega (1901), Tanjung-Sampang (1901), dan Sampang-Blega (1901).


Dalam buku Madura Dalam Empat Jaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam, (Huub de Jong, 1987: 13) dijelaskan jalur kereta api yang dikelola MdrSM itu awal hanya digunakan sebagai sarana angkutan garam sebagai komoditi utama Madura antara Kalianget dan Kamal maupun sebaliknya. 

Kereta api kemudian tak hanya melayani garam. Penduduk lokal menjadikan sebagai wahana transportasi paling cepat dan murah. 

Perjalanan KA dari titik awal sampai akhir, di zaman itu berlangsung hampir sehari penuh. Perjalanan dengan KA ini disambung dengan kapal-kapal tambang (feri) yang berlayar antara Pelabuhan Kamal (Bangkalan) dan Pelabuhan Ujung/ Perak (Surabaya – Jawa) maupun antara Pelabuhan Kalianget (Sumenep) dengan Pelabuhan Panarukan (Situbondo).

Untuk menunjang sistem perkeretaapian di Madura, MdrSM mendatangkan lokomotif trem uap dari Hartmann, Jerman, buatan tahun 1897-1898. Selain itu, MdrSM juga memiliki armada lokomotif trem uap dari Hohenzollern.

Disebutkan dalam buku Prof. Kuntowijoyo, kereta api hanya dapat dinikmati masyarakat sekitaran pantai karena rel hanya melewati dataran rendah di sepanjang pantai selatan Madura. Divergensi moda transportasi ini memudahkan masyarakat Madura, terutama pedagang-pedagang Sumenep yang akhirnya bisa menempuh perjalanan ke Surabaya (disambung menggunakan perahu atau kapal dari Kamal ke Ujung Perak Surabaya) hanya dalam sehari.

Rute dan jadwal kereta api bervariasi bahkan diperbanyak, terlebih setelah dibukanya layanan moda bus milik pengusaha China di tahun 1927.  Rute Kamal-Bangkalan dijadwalkan 5 kali sehari, Kwanyar-Kamal 4 kali sehari, Balega-Kamal 3 kali sehari, Pamekasan-Kamal-Surabaya 2 kali sehari, Maringan-Kamal-Surabaya sekali sehari dari jam 05.25 hingga 19.00.



Namun masa kelam kereta api Madura terjadi pada masa kolonial Jepang tahun 1942. Mengutip irps.co.id, jalur kereta api Kalianget – Pamekasan dibongkar tentara Dai Nippon dengan mengerahkan tenaga-tenaga Romusha. Besi rel bekas jalur KA yang dibangun Belanda tersebut dijarah oleh Jepang untuk selanjutnya dijadikan mesin-mesin perang Jepang selama Perang Pasifik (Perang Dunia II).

Imbasnya, setelah masa kemerdekaan, transportasi kereta api di Madura hanya menyisakan jalur Pamekasan sampai Kamal. Jalur itu cukup disesaki penumpang meski tidak sepadat di Jawa. 

Turun dari kapal penyeberangan di Dermaga Kamal, KA siap mengangkut masyarakat ke berbagai tempat di Madura. Sebaliknya, KA yang mengangkut penumpang dari berbagai Madura akan berhenti di stasiun Kamal untuk selanjutnya diteruskan dengan kapal menuju Surabaya. 

Baca Artikel : Nostalgia KA Bangunkarta yang Dulunya Bernama Tebuireng

Namun seiring kemajuan zaman, moda trasportasi kereta api di Madura mulai ditinggal oleh masyarakat dengan beralih ke sarana angkutan lain seperti bus. Pada tahun 1980-an, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mulai mengalami kerugian akibat kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum, sehingga PJKA menutup penuh seluruh jalur di Madura pada tahun 1984. Meski secara jalur ini dimatikan tahun 1984, prasarana sudah sepenuhnya tak lagi digunakan sejak 1987.

Pada 2019, pemerintah berencana menghidupkan lagi jalur KA Madura. Hal ini berdasarkan Perpres No. 80 Tahun 2019. Rencana pengaktifan kembali ini jalur KA Madura dimulai dari Kamal–Sumenep. Namun hingga kini reaktivasi jalur KA di Madura belum terwujud. 

Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

Posting Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama